Amplifier Gitar Vs Amplifier Audio

Banyak beredar mitos yang salah dalam dunia amplifikasi gitar elektrik. Yang terutama adalah bahwa “ampli gitar adalah ampli audio yang digunakan untuk gitar elektrik”. Tahun 1950-an ini mungkin benar. Tapi di jaman sekarang ini, pernyataan ini jelas pernyataan yang salah kaprah. Mengapa begitu?

Sejarah perkembangan ampli gitar menunjukkan perkembangan yang semakin lama semakin jauh tertinggal dari standard ampli universal (ampli sistem hi-fi). Sejak awal kelahirannya orang tergila-gila dengan karakter overdrive yang dihasilkan olehnya, dari clean-warm, sampai yang full sustain.

Sistem amplifikasi audio menjadi semakin populer dan mulai merambah ke rumah-rumah (meski dalam skala terbatas) pada era setelah perang dunia II, terutama sekitar tahun 1950-an. Pada masa ini semua alat elektronik didominasi oleh teknologi vacuum-tube – tabung hampa udara. Dari radio di rumah, pemancar radio, sampai ampli sound system, termasuk ampli gitar.

Pada masa-masa selanjutnya, para ahli kemudian menemukan bahwa sistem elektronik menggunakan tabung memiliki banyak kelemahan. Di antaranya bahwa tabung yang digunakan untuk amplifier audio ternyata tidak mampu menghadirkan frekuensi penuh, tidak full-range. Tabung memiliki karakter frekuensi. Ia juga lemah di frekuensi-frekuensi tinggi (treble). Ini tidaklah baik jika digunakan pada sistem hi-fi (hi fidelity, yaitu ketelitian tinggi), dimana diharapkan apa yang keluar dari pita kaset, misalnya, akan dikeluarkan oleh amplifier tape apa adanya, sejujur-jujurnya. Ampli tabung tidaklah ‘jujur’ dalam konteks tersebut. Ia memberikan karakter baru.

Selain itu teknologi tabung juga tidak efisien tempat. Disain teknologi tabung pastilah membutuhkan ruang yang sangat besar. Bayangkan, sebuah kalkulator jika dibuat berbasis teknologi tabung akan menjadi sebesar lemari pakaian 4 pintu!

Karena itu kelahiran teknologi transistor sangat membantu ‘penyusutan’ disain elektronik. Sekitar tahun 1960-1970an mulai dirintis riset bagi pengembangan teknologi semikonduktor dari bahan padat. Karena terbuat dari bahan padat, maka ia tidaklah sebesar tabung hampa udara yang besar. Ia lebih kecil, mungil dan padat, dan karenanya terkenal dengan nama teknologi ‘solid state’. Dioda, transistor, bahkan Integrated Circuit (IC) dapat dibuat dari bahan semikonduktor ini, membuat disain elektronik menjadi lebih compact.

Perkembangan luar biasa teknologi solid state ini terutama terjadi pada tahun 1980-an. Begitu pesatnya, sehingga seluruh perangkat elektronik di dunia (hampir) secara serempak dialih-teknologikan ke teknologi solid state ini. Bahkan kampus-kampus yang tadinya mengajarkan teknologi tabung kepada para mahasiswa elektro, tidak lagi mengajarkannya. Itu sebabnya banyak sarjana elektro masa kini (apalagi di Indonesia) tidak tau seperti apakah bentuk tabung itu selain hanya ‘pernah mendengarnya sesekali’.

Dalam kasus amplifier audio, teknologi solid state juga memungkinkan penyaluran dan penguatan audio yang lebih hi-fi, lebih tepat seperti aslinya. Ini karena penggunaan transistor yang lebih full range, lebih tangguh di frekuensi-frekuensi tinggi.

Di sinilah titik perpisahan ampli gitar dengan ampli audio lainnya…

Distorsi terjadi ketika amplifier audio bekerja melebihi beban kerjanya. Kelebihan beban kerja biasanya terjadi ketika amplifier diset pada volume penuh. Coba, Anda setel tape di rumah Anda (terutama tape murah) pada volume penuh. Anda akan dapati suaranya ‘pecah’, ‘sember’, ‘pekak di telinga’. Itulah distorsi.

Hal yang sama terjadi pada tahun 1950-an, ketika para gitaris membutuhkan amplifier mereka untuk suara yang lebih keras. Mereka menyetel ampli gitar mereka pada volume penuh dan mengakibatkan amplifier mereka terDISTORSI. Tentu saja derajat distorsi pada ampli sampai era 1970an tidak seperti sekarang ini – distorsi yang sangat etbal dan hi-gain. Distorsi pada ampli di era sebelum 1970-an lebih sampai derajat ‘crunch’ tone. Dampak dari distorsi ini ternyata suara gitar menjadi lebih panjang (sustain) dan tebal (fat, rich tone). Dan, seperti sebuah kutukan, hingga detik ini gitaris elektrik terikat pada distorsi (baik dalam kadar rendah maupun pada kadar tinggi).

Ketika pada era 1980-an dunia elektronik beralih ke teknologi solid state, para gitaris menemukan fakta bahwa ‘keunggulan’ teknologi solid state ternyata justru menjadi kelemahannya. Seperti terungkap sebelumnya, distorsi membuat suara gitar menjadi lebih kaya (enrich). Pengayaan terjadi karena munculnya harmonik frekuensi lain, frekuensi tambahan, di luar frekuensi nada dasar. Penambahan frekuensi terjadi dari frekuensi rendah hingga frekuensi tinggi. Khusus frekuensi tinggi, penebalan frekuensi treble pada teknologi solid state begitu presisi. Sangat tepat dan apa adanya. Dan itu membuat terlalu banyak treble: pekak (hot), sakit di telinga. Sementara teknologi tabung lemah dalam menyalurkan frekuensi treble. Distorsi pada ampli tabung juga memperkaya frekuensi-frekuensi, termasuk frekuensi treble, TETAPI dalam kadar (level) yang kecil. Ini membuat distorsi pada ampli tabung terasa tidak pekak (hot) melainkan lebih hangat – muncullah istilah WARM. Inilah faktor utama dipilihnya tabung sebagai ultimate guitar amp.

Perkembangan selanjutnya, muncullah berbagai upaya untuk membuat ampli gitar berbasis solid state, namun tetap dengan nuansa ‘tabung’ (tubey). Ini terutama karena teknologi tabung sudah ditinggalkan, sehingga produksinya tidak lagi massif, dan akibatnya mahal. Teknologi solid state jauh lebih murah. Karena itu, para disainer ampli mencoba membuat ampli gitar berbasis teknologi solid state, murah, namun tetap menghasilkan suara (clean maupun terutama distorsi) yang warm.

Masih ada satu kesimpulan lagi tentang ampli gitar. Mari kita lihat tabel perbedaan berikut:

Sebagaimana kita lihat pada tabel di atas, para gitaris memiliki kecenderungan kuat untuk mencari karakter pewarnaan sesuai selera mereka. Itu sebabnya para gitaris terikat pada merk dan jenis ampli tertentu. Ada yang fanatik Marshall Plexi, MESA Boogie Dual Rectifier, Fender Twin Reverb, dan sebagainya. Fanatisme yang lahir dari selera: ampli yang mereka anggap dapat menambah warna yang sesuai dengan karakter gitar mereka.

Sampai di sini saya berharap, Anda sungguh-sungguh mendapat gambaran umum yang jelas, apa yang membedakan ampli gitar dari ampli audio lainnya. Sekarang, saya akan coba masuk ke bagian-bagian yang lebih detail lagi. Dan karenanya, saya berharap, akan semakin jelas perbedaan sistem amplifikasi gitar dan amplifikasi audio lainnya.
  • PRE AMP.

    Dalam ampli gitar, pre-amp yang baik adalah pre-amp yang mampu menghangatkan (warmth) sinyal gitar. Dalam sebuah pre-amp solid state sekalipun, pengguna gitar listrik mencari karakter hangat (warm) dalam setting clean maupun distorted. Biasanya pre-amp pada ampli gitar elektrik masa kini sudah dilengkapi dengan channel overdrive/distortion, selain channel clean. Dan semakin besar gain pada pre-ampnya akan semakin besar kadar distorsinya.

    Sementara preamp pada sistem hi-fi sedapat mungkin menghindari pewarnaan suara (coloration). Tipikal ini dapat kita temui di preamp tape, radio, atau preamp pada sistem amplifikasi instrumen keyboard. Sistem amplifikasi keyboard emnggunakan sistem hi-fi karena output dari keyboard sendiri memang sudah merupakan sumber audio siap pakai (serupa seperti output dari kepingan CD). Jadi tidak dibutuhkan pewarnaan lagi.

    Preamp instrumen bass guitar lebih menunjukkan perkembangan moderat. Sebagai bentuk spesialisasi dari gitar (yaitu gitar dengan nada lebih rendah), preamp bass masih ‘mengijinkan’ distorsi dalam batas tertentu. Sementara di sisi lain, perkembangan pre-amp bass juga mengikuti perkembangan unit audio lainnya yang cenderung ke arah hi-fi. Itu sebabnya dapat kita saksikan amplifier bass masa kini yang terasa lebih ‘penuh’ dan ‘bulat’ dalam mereproduksi suara frekuensi rendah.
  • POWER AMP.

    Dalam power amp gitar, distorsi tetap diinginkan. Pengguna ampli berbasis tabung terutama mengandalkan power amp tabung yang terdistorsi untuk mengangkat suara gitar mereka. Distorsi pada power amp gitar bukan hanya menambah karakter, tetapi dalam kenyataannya juga menambah keras suara (naiknya decibell – dB). Jika kita buat pengandaian power amp gitar mampu bekerja pada volume maksimum tanpa terdistorsi (walau dalam prakteknya tidak demikian), maka ia akan lebih “pelan” dibanding power amp dengan volume maksimum yang terdistorsi pada daya yang sama. Kerasnya suara ini terutama muncul sebagai akibat munculnya frekuensi-frekuensi baru yang ikut diperkuat oleh power amp.

    Situasinya mungkin agak berbeda pada ampli non-tabung, mengingat karakter distorsinya yang tidak sebaik ditorsi power amp tabung. Perkembangan terakhir menunjukkan semakin banyak rancangan power amp berbasis transistor yang mampu bekerja cukup baik menyerupai tabung (walau tetap tidak dapat menyamainya).

    Kembali pada masalah tabung. Kenyataannya pilihan tabung pada tipe ampli tertentu, ditopang dengan disain sirkuit yang unik/khas, menjadi dasar fanatisme seorang gitaris terhadap tipe dan merk ampli gitar tertentu. Ada yang fanatik Marshall Plexi dengan tabung power amp EL-34 yang digunakannya; disain sirkuit preampnya yang menggunakan 12AX7 yang ‘crunchy’; tone yang dominan frekuensi middle; dan menjadi ciri utama tone khas rock 1970an.

    Ada yang fanatik Fender Bassman ’59 dengan tabung power 6L6 ditopang sirkuit preamp yang clean dan warm, tone bass yang bulat dan treble yang berdenting manis. Ada pula yang fanatik MESA Boogie Dual Rectifier dengan power amp 6L6 yang diset berkarakter lebar dan tebal, dilengkapi multiple channel preamp, termasuk channel distorsinya yang juga tebal, menjadikannya ampli distorsi pilihan gitaris modern rock/metal.

    Banyak lagi merk dan tipe amplifier tabung yang belum saya sebutkan di sini. Semuanya menjual karakter tertentu, yang menjadikan setiap gitaris yang merasa cocok menjadi pengguna fanatiknya. Dengan kata lain, power amp gitar juga menawarkan karakter (low fidelity) dan mengijinkan distorsi.
  • SPEAKER.

    Speaker gitar bukanlah speaker full range biasa. Speaker gitar harus dapat menyokong suara distorsi dari pre-amp dan power amp. Mengolah suara clean mungkin sebuah pekerjaan biasa. Namun mengolah sinyal yang terdistorsi bukanlah hal yang mudah. Saya pernah mencoba bereksperimen menggunakan speaker full range standard yang ada di pasaran, dan saya sangat kecewa. Ada apa sebenarnya?

    Coba lihat kembali penjelasan tentang speaker sebelumnya. Speaker bekerja dalam jangkauan frekuensi tertentu. Sinyal terdistorsi memiliki persoalan: frekuensi menjadi lebih kaya! Muncul harmonic-harmonic baru, nada-nada baru yang tidak ada sebelumnya. Karena itu speaker gitar dituntut harus mampu menggetarkan frekuensi hasil pengayaan itu. Jika tidak kita hanya akan mendapatkan ”dead-note”; nada mati; yang tidak memiliki daya tahan.

    Sedangkan speaker gitar yang baik (1) mengijinkan distorsi (frekuensi-frekuensi baru, frekuensi yang diperkaya), (2) ikut terdistorsi (breakin’) dan karenanya akan (3) menambah panjang nada – atau dikenal dengan istilah sustain.